1 Komentar

Analisis UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)

 

Analisis UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, Berdasarkan pemetaan paradigma ideologi pendidikan menurut Henry Giroux dan Aronowitz.

Menurut Henry Giroux dan Aronowitz, Pendidikan bagi salah satu aliran liberal yakni ‘structural functionalisme’ justu dimaksud sebagai sarana untuk menstabilkan norma dan nilai masyarakat. Pendidikan justru dimaksudkan sebagai media untuk mensosialisasikan dan mereproduksi nilai nilai tata susila keyakinan dan nilai nilai dasar agar masyarakat luas berfungsi secara baik.

Hal ini tercermin dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 yakni, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Serta dengan definisi pendidikan yang tercantum dalam UU SISDIKNAS, secara tidak langsung mengartikan bahwa pendidikan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Dengan keyakinan seperti itu tugas pendidikan juga tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan politik dan ekonomi. Hal ini sesuai dengan paradigma liberal memisahkan masalah masyarakat yakni persoalan ekonomi dan politik dengan proses pendidikan yang ada.

Begitu pula yang tercantum dalam Pasal 3 yang berbunyi, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk  watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk  berkembangnya potensi peserta didik  agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak  mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis  serta bertanggung jawab.

Hal ini sesuai dengan filsafat Barat tentang model manusia universal yakni model manusia Amerika dan Eropa. Model tipe ideal mereka adalah manusia “rationalis liberal”, seperti: pertama bahwa semua manusia memiliki potensi sama dalam intelektual, kedua baik tatanan alam maupun norma sosial dapat ditangkap oleh akal. Ketiga adalah “individualis”  yakni adanya angapan bahwa manusia adalah atomistic dan otonom (mandiri) (Bay,1988).

Serta pendidikan harus membuat individu menjadi agresif dan rasional. Hal ini juga sesuai dengan anjuran Positivisme sebagai suatu aliran filsafat berakar pada tradisi ilmu sosial yang dikembangkan dengan mengambil cara ilmu alam menguasai benda, yakni dengan kepercayaan adanya universalisme and generalisasi, melalui metode determinasi, ‘fixed law’ atau kumpulan hukum teori (Schoyer, 1973). Positivisme berasumsi bahwa penjelasan tungal dianggap ‘appropriate’ untuk semua fenomena.

Dengan agenda liberal seperti itu, maka tidak memungkinkan bagi pendidikan untuk menciptakan ruang (space) bagi sistem pendidikan untuk secara kritis mempertanyakan tentang, pertama struktur ekonomi, politik, ideology, gender, lingkungan serta hak-hak azazi mansuia dan kaitannya dengan posisi pendidikan. Kedua pendidikan untuk menyadari relasi pengetahuan sebagai kekuasaan (knowledge/power relation) menjadi bagian dari masalah demokratisasi. Tanpa mempertanyakan hal itu, tidak saja pendidikan gagal untuk menjawab akar permasalahan masyarakat tetapi justru melanggengkannya karena merupakan bagian pendukung dari kelas, penindasan dan dominasi.

Pendidikan dalam kontek itu tidaklah mentransformasi struktur dan sistem dominasi, tetapi sekedar menciptakan agar sistem yang ada berjalan baik. Dengan kata lain pendidikan justru menjadi bagian dari masalah dan gagal menjadi solusi. Kuatnya pengaruh filasafat positivisme dalam pendidikan dalam kenyataannya mempengaruhi pandangan pendidikan terhadap masyarakat.

Metode yang dikembangkan pendidikan mewarisi positivisme seperti obyektivitas, empiris, tidak memihak, detachment (berjarak), rasional dan bebas nilai. Murid dididik untuk tunduk pada struktur yang ada dengan mencari cara-cara dimana peran, norma, dan nilai nilai serta lembaga yang dapat integrasikan dalam rangka melanggengkan sistem tersebut.

Kesimpulan Analisis :

Jadi kesimpulan pada Analisis yang tercermin dalam UU SISDIKNAS ini, Asumsinya adalah bahwa tidak ada masalah dalam sistem yang ada, masalahnya terletak pada mentalitas anak didik, kreativitas, motivasi, ketrampilan teknis, serta kecerdasan anak didik. Hal ini tercantum dalam Pasal 3 dalam UU SISDIKNAS itu sendiri. Hal ini sesuai pendekatan liberal yang dipelopori oleh McClelland berpendapat bahwa akar masalah keterbelakangan dunia ketiga karena mereka tidak memiliki apa yang dinamakannya N Ach. Oleh karena sarat pembangunan bagi rakyat dunia ketiga adalah perlu virus “N ach” yang membuat individu agresif dan rasional (McClelland, 1961).

McClelland lebih melihat ‘aspek manusia’ menjadi akar penyebab masalah masyarakat. McClelland dalam hal ini lebih melihat  ‘masalah etika, kreativitas, ‘need for achevement’ dianggap sebagai penentu perubahan sosial. Jadi dalam menganalisis mengapa suatu masyarakat miskin, bagi mereka disebabkan karena ‘salah’ masyarakat sendiri, yakni mereka malas, tidak memiliki kewiraswataan, tidak kreatif, tidak terampil, kurang cakap atau tidak memiliki budaya ‘membangunan’ dan seterusnya. Pendidikan dalam kontek ini juga tidak mempertanyakan sistem dan struktur, bahkan sistem dan struktur yang ada adalah sudah baik dan benar, merupakan faktor ‘given’ dan oleh sebab itu tidak perlu dipertanyakan. Tugas pendidikan adalah bagaimana membuat dan mengarahkan agar murid bisa masuk beradaptasi dengan sistem yang sudah benar tersebut

Sedangkan dalam UU SISDIKNAS Pasal 1 ayat 1, Pendidikan dimaksudkan sebagai sarana untuk menstabilkan norma dan nilai masyarakat. Pendidikan dimaksudkan sebagai media untuk mensosialisasikan dan mereproduksi nilai nilai tata susila keyakinan dan nilai nilai dasar agar masyarakat luas berfungsi secara baik. Dengan Demikian, penulis berkesimpulan bahwa Rumusan tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam UU No. 20 Tahun 2003 sesuai dengan Paradigma Liberal.

1 comments on “Analisis UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)

Tinggalkan komentar